Kamis, 14 Mei 2015

Selamat Jalan Wahai Guru Kami


Bismillahirrohmaanirrohiim....

Sepekan sudah engkau pergi meninggalkan dunia wahai guru kami, Ust. H. Ahmad Muzzammil MF, Al-Hafizh. Keluarga besar Pesantren Al-Quran Nurul Hikmah Ciputat berduka karena kehilangan sosok guru yang kaya akan ilmu Al-Quran, sederhana dan bersahaja. Bukan hanya kami yang merasa kehilangan, seluruh murid yang pernah beliau ajarpun demikian. Karena melalui beliaulah kami belajar menghafal dan mencintai Al-Quran. Banyak sekali nasihat dan motivasi yang beliau berikan kepada kami, nasihat dan motivasi untuk terus dekat dengan Al-Quran, untuk menjadikan Al-Quran sebagai sahabat kami.



Semoga kami bisa mengikuti jejak dakwah beliau untuk mengamalkan dan mendakwahkan Al-Quran di tengah-tengah masyarakat, untuk menjadikan Al-Quran sahabat sejati kami, agar kami merasakan kehidupan yang mulia bersama Al-Quran. Aamiin yaa robbal 'alaamin. T___T


Senin, 23 Maret 2015

Latepost... 2015


Assalaamu'alaikum!

Nggak nyangka sekarang udah 2015 aja. Udah setahun lebih hampir 2 tahun vacuum dari dunia tulis menulis. Betapa waktu cepat sekali berlalu.. huft!
Banyak banget cerita yang menguap begitu aja, nggak terdokumentasi, nggak tertuliskan. Sedih rasanya. hiks. Seolah-olah tumpul nih mata pena yang dulunya sudah mulai diasah.
Rasa-rasanya, ini blog udah berdebu penuh dengan sarang laba-laba saking jarang banget dibuka.

Ok fine! maafkan diriku ya....

Btw, banyak banget yang mau aku ceritain.. selama setahun lebih hampir dua tahun ini banyak peristiwa yang aku alami.  Wafatnya orang-orang terkasih : kakak lelakiku dan nenek tersayang. Pengalamanku terjun di dunia pendidikan, daaaaaan banyak lagi....

*batre notebook lowbat*

Simak cerita lengkapnya di postingan berikutnya ya, readers! in-sya Allah.

Masih pagi, selamat pagi.
Wassalamu'alaikum!


Jumat, 04 Januari 2013

Ahlan wasahlan 2013!


Maasya Allah, udah berapa lama ya saya ga ngeblog? Hehe, maklum lagi ada kesibukan lain jadi memilih untuk vacuum untuk sementara waktu di dunia per-blog-an ini :p. Alhamdulillah sekarang ada kesempatan buat nulis dan mampangin tulisan ini di ruang tersunyi saya. Tapi nulis apaan ya? Apa aja bolehlah, yang penting mah nulis.
 
Setiap orang pasti punya resolusi baru di tahun yang baru, and here I am…..saya juga sama. Yaiyalah, masa ya iya dongs. Untuk tahun 2013 ini ada beberapa cita-cita terbesar yang ingin saya capai, yaitu : mengkhatamkan hafalan Qur’an dan meraih nilai mumtaaz (istimewa) dalam ujiannya, menikah, menjadi pendidik Al-Qur’an dan bahasa Arab, and tentu saja punya bisnis . kalo cita-cita terbesar kamu di tahun ini apa??? Share yaa…^^ semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan di setiap langkah kita, memudahkan setiap urusan kita, dan menjadikan kita sebagai insan yang memiliki kebermanfaatan bagi semesta. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.

Udah segitu dulu ya. In-sya Allah kapan-kapan disambung lagi. ^_^

Sabtu, 25 Agustus 2012

Random Monologue


Pukul 2 dini hari, mataku tak bisa terpejam. Rasanya sulit sekali untuk memejamkan kedua mata ini. Bukan kali pertama aku seperti ini. Ya, beberapa waktu yang lalu akupun pernah merasakannya ketika banyak hal yang menggelayut dalam pikiran, ketika hati merasa telah tersakiti atau dikecewakan, ketika banyak kesibukan. Sungguh sangat menyakitkan berada dalam kondisi seperti ini karena bisa menyebabkan sakit asmaku kambuh seperti sekarang.

Ya, aku tahu ini sangat menyakitkan. Ini semua berawal dari seseorang yang telah mengecewakanku, seseorang yang dahulu aku segani dan aku banyak belajar darinya. Kini rasanya aku tidak ingin mengenalinya lagi. Sungguh sakit dan kecewa hati ini. Kemudian ditambah dengan musibah kepergian kakak laki-laki tercinta di usianya yang ke 27 pada Selasa 31 Juli 2012 (11 Ramadhan) karena sakit ginjal yang ia derita, kakak laki-laki tunggal yang kumiliki. Kemudian ditambah dengan keinginan untuk menyegerakan dalam menyempurnakan setengah agama ini (baca : nikah) dan ditambah dengan kemudian-kemudian yang lain.

Itu semua telah mempengaruhi episode kehidupanku sejak pertengahan Juli hingga saat ini, sejak Ramadhan hingga Syawwal tahun ini. Jujur, akupun tidak merasakan indahnya Ramadhan dan meriahnya Idul Fitri di bulan Syawwal. Semua itu aku jalani tanpa “ruh” karena ini semua seperti mimpi, mimpi yang ternyata adalah kenyataan pahit yang membuat hidupku sedikit berbeda. Ya, mungkin ini adalah klimaks dari semua yang telah terjadi.

Aku tahu apa yang kualami adalah takdir dari Allah. Allah sedang menguji seberapa kuat diriku dalam menghadapi ini semua. Yakin sajalah bahwa aku bisa melewati semua ini, aku bisa kembali dari keterpurukan ini. Toh, di luar sana masih banyak orang yang merasakan cobaan dengan kadar yang lebih tinggi. Ingat firman Allah : Innallaaha laa yughoyyiru maa boqoumin hatta yughoyyiru maa bi anfusihim (Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai ia mengubah diri mereka sendiri), Laa yukallifullaahu nafsan illa wus’aha (Allah tidak membebani seseorang melebihi batas kemampuannya), dan fainna ma’al ‘usri yusro (sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan).

Ingat, Juli 2013. Hari yang dinanti akan tiba, the second graduation in my life.
Untuk itu, berjuanglah!
Berjuang untuk memaafkan yang telah mengecewakan,
mengikhlaskan yang telah terjadi,
dan memperbaharui semangat dalam diri.

Selasa, 21 Agustus 2012

Memperbaharui Semangat

Semangat itu seperti api yang harus terus dijaga agar senantiasa berkobar. Tapi terkadang semangat juga diuji eksistensinya laiknya kobaran api yang diterpa angin, apakah api itu tetap menyala ataukah mati tertiup angin. Apakah semangat itu akan terus bertahan ataukah mati seperti matinya api yang tertiup angin.

Semangat itu harus tetap diperbaharui seperti laiknya iman kita karena semangat dan juga tentunya iman kadarnya naik turun setiap waktu, kadang naik kadang turun dan kadang stagnan. Untuk menjaga semangat kita agar terus berkobar (atau setidaknya menyala)  dibutuhkan banyak usaha, diantaranya :
1.    Mendekatkan diri kepada Allah sang pemilik jiwa kita, banyak berdoa agar Allah selalu  menganugerahi kita kekuatan tekad dan semangat.
2.         Fokus pada niat. Fokuskan niat untuk meraih sesuatu agar semangat untuk mendapatkannya tetap terjaga.
Misalnya, si fulanan memiliki cita-cita untuk menjadi Hafizhah Qur’an, maka untuk menjaga semangatnya, si fulanah harus tetap fokus pada niat yang menguatkannya untuk menjadi Hafizhah Qur’an seperti ingin mendapat syafa’at di akhirat dan ingin memberikan mahkota dan jubah kemuliaan untuk kedua orangtuanya kelak. Nah, niat itulah yang harus menjadi bahan bakar untuk menjaga semangatnya untuk menjadi Hafizhah Qur’an dengan cara terus menghafal, menjaga, dan mengamalkannya.
3.  Berkumpul dengan orang-orang shalih/ah yang dekat dan takut kepada Allah agar kita tershibghoh (terwarnai) dengan keshalihannya.
4.      Membaca sejarah hidup Nabi Muhammad (Sirah Nabawiyyah), Khulafaurraasyidin, biografi para ulama atau ilmuwan yang memiliki semangat luar biasa dalam meraih apa yang dicita-citakan. Allahu akbar!

Semoga Allah senantiasa menjaga diri kita untuk istiqomah dalam kebaikan, terus semangat untuk melakukan kebaikan, dan terus semangat untuk menjadi orang-orang yang mampu melakukan perbaikan yang lebih baik.

Selasa, 03 Januari 2012

Nasihat untuk Penghafal Al-Qur'an

Berkata Abdullah bin Mas'ud radhiallahu'anhu: "Adalah selayaknya bagi para penghafal Al-Quran terbedakan saat malamnya ketika manusia terlelap, tatkala siangnya ketika manusia berbuka, tatkala sedihnya ketika manusia bergembira, tatkala menangisnya ketika manusia tertawa, tatkala diamnya ketika manusia banyak bicara, dan dengan kekhusyuannya ketika manusia lalai."

Dari Al
-Hasan Bashri rahimahulloh: "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menganggap Al-Quran sebagai kumpulan surat dari Rabb mereka, oleh karenanya mereka mentadabburinya di saat malam serta mengamalkannya di siang hari."

Dari Fudhoil bin `Iyadh rahimahulloh: "Pembawa (penghafal) Al-Quran adalah pembawa panji Islam, tidak selayaknya dia bergurau bersama orang-orang yang bergurau, tidak lupa bersama orang-orang yang lupa, serta tidak banyak cakap bersama orang-orang yang banyak cakap,
sebagai pemuliaan terhadap haqnya Al-Quran."  

Pertama dari apa-apa yang seharusnya bagi penghafal Quran adalah bertakwa kepada Allah dalam semua keadaan, bersikap waro' dalam makan, minum, pakaian, serta perilakunya, tanggap terhadap zaman dan kerusakan penduduk dunia. Maka dia memperingatkan mereka dalam beragama, menjaga lisan, terbedakan didalam bicaranya, sedikit dari berlebihan pada apa-apa yang tak bermanfaat, sangat takut akan lisannya lebih takut dari pada musuhnya, mawas diri dari hawa nafsu yang dapat membuat Allah murka, bergumul dengan Quran untuk mendidik jiwa yang dengannya cita-citanya adalah dapat paham terhadap apa-apa yang Allah kabarkan dari ketaatan dan menjauhi maksiat.
       

Bukanlah cita-citanya: Kapan aku mengkhatamkan surat ini? Cita-citanya adalah: Kapan aku merasa cukup hanya dengan Allah bukan selainnya? Kapan aku menjadi orang bertakwa? Kapan aku
 menjadi orang yang berbuat ihsan? Kapan aku menjadi orang yang bertawakkal? Kapan aku khusyu beribadah?, Kapan aku bertaubat dari dosa-sosa? Kapan aku bersyukur atas segala nikmat ini? Kapan aku paham dari apa yang aku baca?, kapan aku malu kepada Allah dengan malu yang sebenarnya? Kapan aku menyibukkan mataku dengan Quran? Kapan aku perbaiki kejelekan-kejelekan urusanku? Kapan aku mengoreksi diri? Kapan aku membekali diri untuk kehidupan setelah mati di akhirat kelak?         

Seorang mukmin yang berakal tatkala membaca Al-Quran maka Al-Quran itu bagaikan cermin di matanya sehingga dia bisa melihat apa yang bagus atau jelek dari perilakunya, maka apa-apa yang Allah peringatkan, dia merasa diperingatkan dan apa-apa yang Allah ancamkan dari siksa, dia merasa takut. Maka orang yang memiliki sifat seperti ini atau paling tidak dekat dengan sifat tersebut, maka Al-Quran akan menjadi saksi serta memberinya syafaat.

Semangat untuk terus menjaga apa yang Allah amanahkan padamu, wahai calon Hafizh/Hafizhah. Semoga Allah angkat derajat para penghafal FirmanNya yang ikhlas karenaNya.

(Dikutip dari berbagai sumber)

 

Selasa, 27 Desember 2011

Mimpi Buruk Pahlawan Devisa di Tanah Jazirah*


Mimpi buruk seolah menyelimuti sanubari para pahlawan devisa di Arab Saudi. Mereka berjuang melalui niat sederhana menjemput rezeki untuk meningkatkan perekonomian keluarga meski dengan bayaran meninggalkan sebagian kehidupannya di tanah air. Semua, demi pundi-pundi Riyal yang akan ditukar ke Rupiah. Harapan-harapan itu kemudian membias setelah mereka sampai menginjakkan kaki di tanah Jazirah. Mereka kebingungan karena ternyata apa yang dirasakan sangat jauh berbeda dengan harapannya selama ini. Kontradiksi yang mereka rasakan merupakan akibat dari kurangnya keterampilan berbahasa dan pengetahuan budaya Arab, belum adanya standarisasi proses rekrutmen, dan lemahnya advokasi pemerintah Indonesia ketika mereka terlibat permasalahan di sana.

Kurangnya Keterampilan Berbahasa dan Pengetahuan Budaya Arab
Dosen Program Studi Arab FIB UI sekaligus pengamat Timur Tengah, Abdul Muta’ali, Ph.D yang menanggapi permasalahan TKW di Arab Saudi mengatakan, “para tenaga kerja yang akan diberangkatkan ke Arab Saudi haruslah diberikan pembekalan keterampilan yang memadai. Khususnya keterampilan bahasa Arab dan harus melewati rekrutmen tenaga kerja dengan persyaratan jelas yang kemudian menciptakan tenaga kerja profesional, bukan tenaga kerja baru yang mendaftarkan diri ke PJTKI namun seminggu kemudian langsung diberangkatkan.”

Tak dapat dipungkiri bahwa jika ingin sukses di negeri lain, maka mau tidak mau haruslah memahami bahasa setempat yang tentunya jauh berbeda dengan bahasa di tanah air sendiri.
Selain masalah bahasa, pemahaman budaya setempat juga menjadi hal yang penting. Misalnya, ketika seorang TKW yang bekerja di suatu rumah majikan di Arab Saudi bersikap ramah kepada majikan laki-laki. Keramahan ini bagi kita warga Indonesia, tentu adalah hal yang lumrah. Namun bagaimana jika karena perbedaan budaya, sang majikan salah mengartikannya? Keluarga yang mempekerjakannya menganggap bahwa keramahan pekerja wanita ini justru berarti ia menyukai majikan laki-laki yang kemudian memicu keributan, perlakuan tidak baik, kecemburuan sang istri majikan, dan lain sebagainya.
Hal-hal kecil seperti itu kemudian dapat melebar pada kasus-kasus besar lainnya seperti: kekerasan, pemerkosaan, juga pembunuhan yang dilakukan oleh majikan maupun oleh pekerja wanita itu sendiri sebagai bentuk pembelaan terhadap dirinya. Oleh karena itu, pencerdasan budaya setempat harus menjadi prioritas utama dalam masalah tenaga kerja yang akan dikirim ke suatu negara.

Belum Adanya Standarisasi Proses Rekrutmen
Para TKW yang akan diberangkatkan bukan hanya harus dibekali dengan keterampilan bahasa dan pengetahuan budaya, namun juga harus melalui proses rekrutmen yang tepat. Maksudnya, mereka harus mengikuti prosedur-prosedur yang telah ditetapkan pemerintah melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Tidak hanya itu, perlu adanya standarisasi proses rekrutmen oleh pemerintah agar penyeleksian para TKW tidak sembarangan, tetapi sesuai dengan prosedur.

Beberapa kasus yang telah menimpa para TKW dewasa ini adalah akibat dari belum adanya standarisasi proses rekrutmen oleh pemerintah sehingga berakibat pada kualitas para TKW tersebut yang cenderung kurang memiliki kualitas.

Lemahnya Advokasi Pemerintah Indonesia
Beberapa media massa memberitakan bahwa perlindungan dan advokasi bagi mereka para TKW yang bermasalah di Arab Saudi sangat lemah. Pernyataan tersebut terbukti ketika ada putusan hukuman pancung yang diberikan kepada TKW yang bermasalah, pemerintah Indonesia seolah tidak melakukan pembelaan apapun sebelum hukuman pancung tersebut diputuskan. Seharusnya pemerintah mampu mengadvokasi para TKW yang tersangkut masalah hukum di sana.

Memang, setelah adanya kasus hukum pancung terhadap Ruyati yang dilakukan sepihak oleh pemerintah Arab Saudi pada Juni 2011 silam, pemerintah Indonesia memberlakukan moratarium yaitu penangguhan sementara pengiriman TKW ke Arab Saudi sebagai bentuk protes atas perlakuan Arab Saudi terhadap TKW Indonesia. Pemberlakuan moratorium tersebut menurut Abdul Muta’ali, Ph.D adalah bagian dari usaha menaikan citra para TKW Indonesia di Arab Saudi. Benar saja, beberapa waktu setelah moratorium tersebut diberlakukan, Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi Adel Muhammad Fakih datang ke Jakarta menemui Menteri Tenaga Kerja Indonesia Muhaimin Iskandar untuk melakukan pencabutan moratorium tersebut.

Agar Mimpi Buruk Mereka Tidak Kembali Menghantui
Bangsa Indonesia tidak ingin kembali mendengar dan menyaksikan nasib-nasib buruk pahlawan devisa di Arab Saudi. Cukuplah kenyataan pahit yang telah terjadi menjadi pelajaran berharga bagi pihak-pihak terkait. Malu rasanya negeri besar gemah ripah loh jinawi ini tidak mampu mengelola sumber daya manusianya dengan baik. Fakta ini sangat kontradiktif seperti apa yang menjadi harapan Barlian Juliantoro, mahasiswa Program Studi Arab 2010 dan staf Komisi II Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FIB UI, “ Indonesia kaya dengan sumber daya alam, tidak seharusnya mengirimkan tenaga kerja ke negeri orang. Kelola sumber daya dengan baik agar sumber daya manusianya bisa menempati pos-pos yang ada.”

Demikianlah seharusnya Indonesia mampu mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusianya secara bersamaan. Sembari memperbaiki itu, bolehlah mengirimkan para pahlawan devisa ke luar sana dengan catatan adanya standarisasi proses rekrutmen dan perbaikan sistem pembekalan yang ada karena mereka adalah pahlawan negeri ini, pahlawan devisa bagi Indonesia.

 *Tulisan ini dimuat dalam buletin "Khobar" Ikatan Keluarga Asia Barat (IKABA) FIB UI edisi November-Desember 2011

Mencintai Ilmu Membangun Peradaban*


Cinta terhadap Ilmu akan membawa kita—umat islam-- pada satu proses pendewasaan dalam berpikir dan bertindak. Cara berpikir tersebut akan membuat kita sedikit demi sedikit mengasah dan memperuncing curiosity atau rasa keingintahuan kita terhadap apapun. Rasa ingin tahu itu kemudian menjadikan kita bersikap kritis dan menjadi sosok yang selalu curiga akan kebenaran yang tentu saja untuk mencari kebenaran yang sebenarnya. Selain itu pula akan mendorong kita untuk terus belajar demi menemukan kebenaran itu.

Bukti cinta terhadap ilmu itu bisa kita temui pada cendekiawan-cendekiawan muslim yang menjadi pelopor hebat di bidang sains modern dan disiplin ilmu lainnya yang penemuan dan teorinya masih digunakan hingga saat ini. Berawal dari motivasi tinggi untuk menguasai ilmu pengetahuan telah membawa mereka pada penjelajahan-penjelajahan intelektual yang mengasyikkan sehingga membuahkan hasil berupa penemuan-penemuan hebat dalam berbagai bidang. Penemuan-penemuan tersebut tidak muncul seketika, namun melalui berbagai perjalanan ilmiah berupa penelaahan terhadap karya yang sudah muncul terlebih dahulu, pengujian-pengujian terhadap teori yang ada, pengamatan, dan sebagainya.

Contoh yang bisa kita ambil hikmahnya yaitu kejayaan Islam yang dilatarbelakangi oleh ilmu pengetahuan yang terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah. Ilmu pengetahuan telah membuat Islam berjaya ketika Arab berada di bawah kekuasaan Khalifah Al-Ma’mun putera Khalifah Harun al-Rasyid dari Dinasti Abbasiyah. Pada masa pemerintahannya, ilmu pengetahuan mendapatkan perhatian yang tinggi oleh khalifah. Hal inilah yang mendasari kemajuan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah. Terlebih lagi ketika sebuah lembaga yang bernama Bayt al-Hikmah didirikan di Baghdad (pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah pada waktu itu) telah menjadikan ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat karena lembaga tersebut menjadi pusat studi berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Di tempat itulah para cendekiawan hebat seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al Ghazali, dan cendekiawan muslim lainnya melakukan penjelajahan intelektualnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu, Bayt al-Hikmah juga menjadi pusat penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, mempelajari berbagai disiplin ilmu, baik agama, sains, filsafat, dan ilmu-ilmu kemanusiaan lainnya yang kemudian menjadi tonggak kegemilangan Dinasti Abbasiyah sekaligus umat Islam pada waktu itu.
Betapa hebatnya para cendekiawan pada masa itu. Mereka berperan dalam membangun peradaban Islam. Mereka—demikian karena amat besar kecintaan mereka terhadap ilmu pengetahuan. Untuk itu, kita seharusnya semakin menyadari akan pentingnya mencintai ilmu dan berilmupengetahuan karena hal tersebut yang akan membawa kejayaan untuk diri kita, masyarakat, negara, dan tentu saja untuk Islam yang telah memberikan mengajarkan berbagai ilmu pengetahun. Perlu diketahui bahwa peradaban berkolerasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Untuk membangun peradaban itu sendiri diperlukan sebuah keinginan kuat yang bersumber dari ilmu (Qur’an dan Hadits). Wallahu a’lam.

 *Tulisan ini pernah dimuat dalam Buletin PenaQT FORMASI 2 Dekade Bergerak Penuh Makna FIB UI 2010