Kedua matanya sesekali melirik ke layar ponsel yang ada di samping kirinya. Keningnya mengkerut memikirkan sesuatu, gelisah. Kemudian pandangannya kembali tertuju pada rentetan kata-kata pada kamus bahasa Arab supertebal yang ada di hadapannya. Wajahnya kembali terlihat serius. Ia mencoba memutar otaknya untuk mengaitkan kalimat demi kalimat hasil terjemahannya. Ia berpikir keras. Sepertinya ia tak sanggup melanjutkan itu semua, lalu ia menarik nafas panjang seperti orang yang sudah tak lagi memiliki kekuatan untuk diperjuangkan. Bolpoin hitam yang ia pegang ia gerak-gerakkan seperti seorang peneliti yang sedang berfikir tentang proyek penelitiannya. Ia kemudian menulis sesuatu di atas kertas yang beberapa menit yang lalu ia remas-remas : DIA!. Kemudian ia meremas-remas kembali kertas itu dan melemparnya ke tong sampah. Astaghfirullahal’azhiiim, lirihnya.
Menit berlalu, tak lama kemudian, kedua matanya kembali melirik layar ponsel jadulnya itu. Sunyi. Ponsel itu teronggok membisu di atas lantai keramik yang dingin. Hatinya tak tenang seperti ada yang mengganjal, seperti ada yang menahannya untuk menyelesaikan proyek terjemahannya dengan damai, seperti ada yang menahannya untuk bernafas dengan lega. Dalam hatinya ia meringis dan bergumam, ayolah bergetar, hapeku sayang!.
Percuma. Ponselnya tak bergerak sedikitpun. Di layar itu hanya tertera Sunday, 18/04 11.00, yang artinya, hari itu hari Ahad tanggal 18 April pukul 11 tepat. Ia menarik napas panjang. Ingin rasanya ia membuang ponselnya itu dan melupakan semuanya sejenak. Ah, tapi itu tak mungkin membuatku tenang..gumamnya kembali. Kemudian ia kembali beristighfar.